Dialog Pendidikan, RUU Sisdiknas Tahun 2022 Panen Protes
Dialog Pendidikan, RUU Sisdiknas Tahun 2022 Panen Protes
SEMARANG - Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Tahun 2022 panen kritik dari berbagai elemen masyarakat, utamanya kalangan pelaku dan pemerhati pendidikan. Dewan Pendidikan Kota Semarang pun mengundang Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dan 35 kabupaten/kota se Jawa Tengah dalam dialog pendidikan di Hotel Candi Indah (HCI) Kota Semarang, Kamis (8/9).
Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang, Dr. Drs. Budiyanto, SH, MHum mengatakan kualitas dan mutu pendidikan merupakan amanat Undang-undang. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa, "Ini (Pendidikan) adalah tugas negara, amanat konstitusi," kata Budiyanto dalam sambutan pembuka.
Budiyanto melanjutkan, pendidikan adalah penentu kualitas sumberdaya manusia (SDM). Kualitas tersebut mestinya dimulai dari mencetak guru yang kompeten, berkualitas dan profesional. Dengan demikian guru dapat meningkatkan kualitas dalam mendidik agar pelajar dapat menyerap dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga memiliki etika yang luhur dan mencintai bangsa dan negaranya (kompetensi literasi, kompetensi numerasi, dan berkarakter,-istilah)
"Partisipasi masyarakat dalam pendidikan sudah semakin meningkat luar biasa. Kualitasnya sudah meningkat namun peringkat pendidikan Indonesia secara global masih tertinggal," ungkapnya.
Dialog bertema Eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2022 berlangsung sangat interaktif dengan ragam usulan dan gagasan. Antara lain tentang polemik yang muncul dalam RUU Sisdiknas Tahun 2022.
Partisipasi masyarakat secara luas dalam mengawasi pendidikan memang penting, namun payung hukum bagi kelompok masyarakat tersebut mestinya tidak bisa diabaikan. Aspirasi masyarakat akan terhambat dan menjadi bola liar tanpa dewan pendidikan dan komite sekolah.
Lebih jauh Budiyanto menerangkan bahwa dewan pendidikan berisikan para pakar maupun praktisi pendidikan, dan tokoh masyarakat yang peduli pendidikan. Ada dari kalangan guru besar dan kepala sekolah. Maka dari itu partisipasi masyarakat harus tercantum dengan nomenklatur yang jelas yaitu dewan pendidikan dan komite sekolah.
"Jika peran dan fungsi dewan pendidikan dan komite sekolah dipandang tidak jelas, mestinya diatur lebih detail tentang peran dan fungsinya, jangan dihapus karena pendidikan tanggungjaqab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga,"tutur Budiyanto.
Sehingga, lanjutnya, dewan pendidikan dapat mendukung penyelenggaraan atau program pendidikan, memberikan saran, masukan, nasehat dan rekomendasi kepada pemerintah sesuai dengan jenjang atau tingkatan. Dewan pendidikan juga memfasilitasi dan memediasi apabila terjadi masalah-masalah dalam pendidikan, "Dewan pendidikan juga melakukan pengawasan penyelenggaraan pendidikan," terangnya.
"Sehingga dewan pendidikan harus diperjuangkan secara mati-matian dalam RUU Sisdiknas tahun 2022. Dewan pendidikan sebagai representasi masyarakat harus tercantum dalam RUU Sisdiknas tahun 2022. Memperjuangkan dewan pendidikan dan komite sekolah secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas adalah harga mati," tandasnya.
Selain itu, sumber permasalahan dalam RUU Sisdiknas Tahun 2022 yang menuai polemik yakni tentang jenjang pendidikan formal yang sudah jelas memiliki runutan mata kuliah kependidikan. Aturan tersebut malah dihilangkan, bukan diperkuat dengan tambahan pelatihan yang meningkatkan kompetensi mendidik, "Lembaga pendidikan tinggi kependidikan harus tetap ada, dan dipertegas fungsinya," tegasnya.
Polemik selanjutnya dalam RUU Sisdiknas Tahun 2022 adalah hilangnya tunjangan profesi guru dan dosen. Hal tersebut dirasa akan melemahkan kinerja guru dan dosen sebab waktunya telah banyak tersita untuk mendidik dan mengajar. Perjuangan guru dan dosen dalam merelakan waktunya untuk pendidikan tidak menyisakan waktu untuk bekerja di sektor lain.
"Tunjangan profesi ini sudah diperjuangkan oleh PGRI, sempat dimasukkan namun hilang lagi. Guru sudah disibukkan waktunya untuk mendidik dan mengurus administrasi sampai tidak sempat mengurus jenjang karirnya, mestinya tunjangan tunjangan profesi guru dan dosen ini harus tetap ada, ini harga mati," kata Budiyanto menandaskan.
"Jadi kita ini sebenarnya berjuang untuk masyarakat kita, anak-anak kita, guru-guru kita, masa depan bangsa kita, Indonesia bisa maju, Indonesia bisa sejahtera dicapai melalui pendidikan yang menghasilkan SDM yang unggul, bermutu dan berkualitas," tegasnya memungkasi. Ps 17319
Komentar
Posting Komentar